Rabu, 17 November 2010

omah blog

perbedaan psikologi agama dengang psikologi Islam

PERBEDAAN PSIKOLOGI AGAMA DENGAN PSIKOLOGI ISLAM
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Eva Latipah, M.Si



Disusun Oleh:
Nama : Wijayanti Wulan Septi
NIM :08410211
Kelas : PAI 2


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emosi), dan kehendak (conasi). Berbagai perilaku kejiwaan manusia membuat kita mengenal, memahami setiap karakter individu. Perilaku yang terlihat beraneka ragam, mulai dari sikap yang sesuai dengan tabiat, gen maupun karena pengaruh lingkungan dimana dia tinggal. Memang manusia mungkin saja memnipulasi apa yang dialami secara kejiwaan, hingga dalam tingkah laku terlihat berbeda. Mereka yang sebenarnya sedih, dapat pura-pura tertawa, ataupun karena perasaan gembira yang bersangatan dapat membuat seseorang menangis. Namun secara umum sikap dan perilaku yang terlihat adalah gambaran dari gejala jiwa sesorang. Baik dalam psikologi agama maupun islam sikap dan perbuatan tak jauh berbeda. Hanya saja letak perbedaannya dalam penerapan sikap, sifat dan perbuatan tersebut sesuai dengan pemahaman akan kepercayaan agama yang dianutnya. Disini penulis ingin mencoba membahas mengenai perbedaan psikologi islam dengan psikologi agama. Pembahasan tersebut antara lain mencakup masing-masing pengertian, ruang lingkup, serta fungsinya bagi kehidupan manusia.









BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Psikologi agama
Psikologi agama menggunakan dua kata, yaitu: psikologi dan islam.
a. Psikologi
Menurut Jalaluddin: Psikologi secara umum diartikan ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa, dan beradab.
Menurut Robert H. Thouless : ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia.
b. Agama
Menurut Harun Nasution : agama terdiri dari dua kata, yaitu “a” yang berarti tidak dan “gam” yang berarti pergi, atau tetap diam di tempat.
Secara definitif, menurut Harun Nasution agama adalah:
1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
Jadi, psikologi agama adalah cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh kenyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
2. Psikologi islam
a. Merupakan corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran agama islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.
Rumusan tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Corak psikologi
Sebagai suatu corak psikologi tentunya psikologi islam menerapkan metodologi dan metode ilmiah.
2) Berdasarkan citra manusia menurut ajaran islam
Manusia memiliki martabat tinggi sebagai kholifah di bumi dengan fitrahnya yang suci dan beriman, serta memiliki ruh disamping raga dan jiwa.
3) Keunikan dan pola perilaku manusia
Perilaku dianggap sebagai ungkapan/ manifestasi pengalaman manusia yang melibatkan unsur - unsur dan proses pemikiran, perasaan, sikap, kehendak, perilaku dan relasi antar manusia. Psikologi islam selain melakukan telaah mengenai keunikan pengalaman sebagai penghayatan personal yang utuh, juga berusaha memahami polanya, yaitu hal-hal yang terjadi berulang-ulang.
4) Interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian.
Salah satu karakteristik, manusia adalah sadar diri dan mampu melakukan distansi dengan dirinya serta berdialog dengan diri sendiri. Manusia bukan makhluk soliter, ia selalu berhubungan dengan lingkungan alam fisik. Psikologi islami, sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi ruh, sudah seharusnya memperluas lahan telaahnya dengan pengalaman keruhanian manusia.
5) Meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.
Sehat mental merupakan hal yang kondusif untuk meningkatkan kualitas keberagaman sebagai ungkapan iman dan takwa kepada tuhan. Dan inilah tujuan dan misi utama psikologi islami, yaitu membantu mengembangkan kondisi sehat mental dan sekaligus meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan diri pribadi dan masyarakat.
b. Psikologi islam adalah corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat manusia menurut Al Quran.
Perumusan diatas secara khusus menunjuk kepada filsafat / wawasan mengenai manusia menurut al quran/ hadist. Karena setiap aliran, teori, dan sistem psikologi senantiasa mengakar pada sebuah pandangan filsafat mengenai manusia.
Karakteristik psikologi islami:
1) Manusia secara fitrah adalah baik
2) Eksistensi manusia masih berlangsung setelah kematian
3) Dimensi ruhaniyah merupakan salah satu dari totalitas manusia disamping dimensi-dimensi organo-biologi, mental psikis dan sosio-kultural yang mempengaruhi perilaku.
4) Tinjauan mengenai perilaku manusia berdasarkan kerangka acuan al quran dan al hadist.
Hakekat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.”

Hakekat definisi tersebut mengandung tiga unsur pokok:
a. Psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman.
Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain, seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya. Penempatan kata “Islam” di sini memiliki arti corak, cara pandang, pola pikir, paradigma, atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam.
b. Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia.
Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-ruh, al-nafs, al-kalb, al-`aql, al-dhamir, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah, dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Qur’an, al-Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakekat jiwa sesungguhnya.
c. Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik.
Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
B. RUANG LINGKUP
1. Psikologi agama
Menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:
a. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang bisa (umum). Seperti rasa lega dan tentram habis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa, dsb
b. Bagaimana perasaaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin.
c. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan sudah adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap- tiap orang.
d. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
e. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batin.
2. Psikologi islam
Ruang lingkup psikologi secara garis besar sebagai berikut:
a. Dimensi ragawi (fisik-biologi)
b. Dimensi kejiwaan (psikologi)
c. Dimensi lingkungan (sosiokultural)
d. Dimensi ruhani (spiritual)
Dalam hal ini unsur raga bukan kajian psikologi, tetapi kajian bidang biologi dan kedokteran. Demikian pula unsur lingkungan bukan termasuk kajian psikologi, akan tetapi kajian bidang sosiologi dan antropologi. Tetapi sejauh unsur ini terkait dengan pengalaman (kejiwaan manusia), maka sudah tentu psikologi dapat dilibatkan.
Psikologi islami mengakui adanya hembusan ruh-Nya ke dalam diri manusia (QS. Al-Hijr/15: 29; Yaasiin/36 : 72; Al A’raaf/7 : 172). Mengenai ruh yang ditiupkan ini para ulama sepakat bahwa ruh ini bukan sejenis ruh tetumbuhan (al-nafs al nabatiyyah) atau ruh hewan (al nafs al hayawaniyyah), dan juga bukan hasrat-hasrat rendah (ahwa), melainkan sejenis ruh yang teramat halus dan luhur yang dikaruniakan al rahman al rahiim kepada manusia semata. Tujuannya agar mereka mempunyai hubungan ruhaniyah dengan sang pemilik ruhitu, yakni Allah.
Ruh juga bukan kajian psikologi, tetapi kajian agama, khususnya tasawuf islam. Kajian-kajian tasawuf antar lain: menunjukkan adanya dimensi kejiawaan dengan kesadaran lain yang termasuk “alam hakikat” (dimensi ruh). Konon wilayah iini dapat dicapai dan dialami serta masih dapat disadari seseorang dalam kondisi beribadah yang sangat khusuk. Wilayah peralihan ini dinamakan psiko-spiritual. Dan tehadap dimensi psiko-spiritual yang masih dapat dialami manusia, psikologi islam seharusnya dapat melibatkan diri sehingga psiko-spiritual dapat menjadi ruang lingkup.

C. FUNGSI
1. Psikologi Agama
Dalam banyak kasus pendekatan psikologi agama baik secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan dan kesadaran agama. Pengobatan pasien di rumah-rumah sakit, usaha bimbingan dan penyuluhan para nara pidana di lembaga permasyarakatan, di bidang pendidikan dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik.
a. Bidang industri
Sekitar tahun 1950 di perusahaan minyak Standvae diselenggarakan ceramah agama islam untuk para buruhnya. Kegiatan berkala ini diselenggarakan berdasarkan asumsi bahwa ajaran agama mengandung nilai-nilai moral yang dapat menyadarkan para buruh dari perbuatan yang tidak terpuji dan merugiksn perusahaan. Dari kegiatan tersebut dievaluasi dan ternyata pengaruh ini dapat mengurangi kebocoran seperti pencurian, manipulasi maupun penjualan barang-barang perusahaan yang sebelumnya sudah dilacak.
Sebaliknya sekitar tahun 1979 perusahaan tekstil di Majalaya pernah melarang buruhnya melaksanakan shalat Jumat, karena waktu istirahat siang dan Shalat Jumat mengurangi jam kerja dan akan mengurangi produksi. Setelah larangan dilaksanakan dan buruh dipaksa tetap bekerja ternyata produksi menurun drastic, disini terlihat hubungan antara tingkat produksi dan etos kerja yang ada kaitannya dengan kesadaran agama.
b. Bidang pendidikan
Anak misalnya, apabila si ibu bapa ingin mendidik anaknya agar kelak menjadi seorang yang taat beragama, berakhlaq terpuji, berguna bagi masyarakat dan negaranya, dia dapat menggunakan pengetahuannya terhadap Psikologi Agama, disamping mengetahui sekedarnya tentang perkembangan jiwa anak pada umur tertentu dan perkembangan ciri remaja. Untuk itu dia dapat membaca buku tentang psikologi anak dan psikologi remaja.
Bila para dakwah ingin mengajak umat hidup sesuai dengan ketentuan agama, taat melaksanakan agama dalam kehidupan mereka, maka dia dapat menggunakan Psikologi Agama dengan lebih dahulu mengetahui latar belakang kehidupan mereka, lalu menunjukkan betapa pentingnya ajaran agama dalam kehidupan manusia. Misalnya, manfaat iman bagi ketenteraman batin, manfaat solat, puasa, zakat dan haji bagi penyembuhan jiwa yang gelisah (fungsi kuratif) dan bagaimana pula manfaatnya bagi pencegahan gangguan jiwa (fungsi preventif) dan selanjutnya pentingnya iman dan ibadah tersebut bagi pembinaan dan pengembangan kesihatan jiwa (fungsi konstruktif). Psikologi Agama memberi gambaran tentang perkembangan jiwa agama pada seseorang, menunjukkan pula bagaimana pembahasan keyakinan (konversi) agama terjadi pada seseorang.

2. Psikologi islam
a. Fungsi pengembangan
Memperluas dan mendalami ruang lingkup psikologi islami, menyusun teori-teori baru, menyempurnakan metodologinya dan menciptakan secara kreatif berbagai teknik dan pendekatan psikologis. Selain itu juga mengembangkan kesehatan mental pada diri pribadi dan masyarakat, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
b. Fungsi pendidikan
Dalam melaksanakan fungsi pendidikan ini diharapkan psikologi islam menerapkan prinsip pengubahan nasib manusia seperti tercantum dalam QS. Al-Ra’ad(13) ayat 11:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

BAB III
PENUTUP

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam psikologi agama adalah cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh kenyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Sedangkan psikologi islam merupakan psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran agama islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.



DAFTAR PUSTAKA

• Bastaman, Djumhana Hanna. 2005. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Mujib, abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
• Jalaluddin. Psikologi Agama.
PRINSIP-PRINSIP DAN OBJEK EVALUASI
A. Prinsip
1. Prinsip integritas (keseluruhan). Dalam hal ini yang dinilai bukan hanya kecerdasan atau hasil pelajaran atau ingatan saja, melainkan seluruh pribadinya. Untuk pelaksanaan ini perlu bermacam-macam teknik/ bentuk evaluasi.
2. Prinsip kontinuitas. Evaluasi yang baik mungkin hanya dilakukan secara insidentil belaka (umpama hanya tiap catur wulan sekali. Karena pendidikan itu merupakan proses yang kontinue. Hasil penelitian yang diperoleh disuatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil penilaian pada waktu sebelumnya. Sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang perkembnagan anak.
3. Prinsip objektivitas. Tiap penilaian harus diusahakan agar dilakukan se-objektif-objektifnya. Dalam hal ini perasaan si penilai (seperti: benci, kesal, kasih sayang, kasihan, hubungan keluarga, dsb) harus dijauhkan, tidak boleh mempengaruhi penilaian. Juga situasi yang dialami si penilai (seperti: penderitaan, kesusahan, kemalangan, kegembiraan, dsb) hendaknya juga jangan sampai mempengaruhi evaluasi yang sedang dijalankannya. Penilaian yang objektif adalah penilaian yang didasarkan semata-mata atas kenyataan yang sebenarnya.
4. Prinsip kooperatif. Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan ketiga prinsip di atas. Yang dimaksud ialah bahwa setiap penilaian hendaknya dilakukan bersama-sama oleh semua guru yang bersangkutan. Prinsip ini sangat diperlukan terutama di sekolah lanjutan, karena setiap anak diasuh / dididik oleh banyak guru.

B. Objek
Objek evalusi adalah faktor-faktor apa saja yang harus dinilai. Objek penilaian ada tiga faktor, yaitu:
1. Pribadi dan perkembangan anak didik, misal:
a. Perkembangan sikap (fisik dan mentalnya)
b. Pengetahuan dan kecakapan/ keterampilannya terhadap bahan pelajaran yang diberikan
c. Kecerdasan/ intelegensi dan cara berpikirnya
d. Minat, hobby dan bakatnya.
2. Isi pendidikan, misal:
a. Isi bahan rencana yang diajarkan (sesuai tidak dengan perkembangan umur, minat dan kebutuhan anak)
b. Situasi dan suasana sekolah berikut alat-alat perlengkapan yang tersedia.
c. Keadaan guru-guru dan pegawai-pegawainya termasuk kepemimpinan Kepala Sekolah.
3. Proses pendidikan, misal:
a. Bagaimana cara guru-guru mengajar (metode apa yang digunakannya)
b. Bagaimana cara-cara siswa belajar, minat dan perhatiannya terhadap pelajaran, dsb.
c. Lamanya waktu yang tersedia untuk mengajar dan belajar.

BENTUK / TEKNIK EVALUASI
Wrightstone cs. Dalam bukunya “ Evalusi in Modern Education” menggolongkan bermacam-macam bentuk evalusi yang biasa digunakan dalam pendidikan menjadi 9 kelompok, yaitu:
a. Short-answer tests
b. Essay and oral examinations
c. Observation and anecdotal records
d. Questionnaires, invertories and interviev
e. Checklist and rating scales
f. Personal reports and projective techniques
g. Sosio metric methods
h. Case studies
i. Cumulative records
Dari bermacam-macam bentuk evaluasi tersebut di atas yang sudah mulai banyak dikenal dan dilaksanakan disekolah-sekolah adalah a, b dan c. Meskipun dalam beberapa hal masih terlihat adanya kekurangan dan kepincangan-kepincangan yang perlu diperbaiki.
a. Short-answer tests
Biasa disebut objek test atau new-type test, adalah test yang disusun sedemikian sehingga jawabannya sangat singkat. Si penjawab tinggal mencoret, melingkari, memilih, mengisi atau menjodohkan, dsb.
Kebaikannya:
1. Dapat digunakan untuk menilai bahan pelajaran yang banyak atau scope yang luas. Pelajaran yang diberikan selama 1 tahun.
2. Bagi yang dites, menjawabnya dapat bebas dan terpimpin (karena ada jawaban yang tersedia)
3. Dapat dinilai secara objektif, karena kunci jawaban telah ditentukan sebelumnya.
4. Mengharuskan siswa atau murid untuk belajar baik-baik, karena sukar untuk berspekulasi terhadap bagian mana dari seluruh pelajaran itu yang harus dispekulasi.
5. Memeriksanya cepat dan mudah, tidak memerlukan banyak pikiran.
Keburukannya:
1. Kurang memberikan kesempatan isi hati atau kecakapan yang sesungguhnya, karena anak tidak membuat kalimat.
2. Memungkinkan anak atau si penjawab berbuat coba-coba (kira-kira, untung-untungan) dalam menjawabnya. Untuk menghindarkan kemungkinan ini guru harus menyusun test itu dengan teliti dan baik, sehingga benar-benar dapat merangsang anak berpikir.
3. Menyusun test ini tidak mudah, memerlukan ketelitian dan waktu yang lama.
4. Memerlukan biaya dan kertas yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan pembuatan essay-test.
Mengingat kebaikan / keburukan bentuk short answer test ini maka dengan pembuatan soal-soal achievment-test (test untuk menilai hasil pelajaran) sebaiknya masih digabungkan dengan soal-soal berbentuk essay test.
b. Essay and oral examinations
Yang dimaksud ialah test yang jawabannya menuntut murid-murid / yang dites untuk menyatakan pendapat/jawabannya berupa karangan atau uraian dalam kalimat.
Kebaikan:
1. Bagi guru, menyusun test sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
2. Yang ditest mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengeluarkan pendapat/ isi hatinya.
3. Melatih siswa / yang ditest mengeluarkan buah pikiran dalam bentuk kalimat/ bahasa yang teratur.
Keburukan:
1. Tidak/ kurang dapat digunakan untuk mentest pelajaran yang scopenya luas/ banyak, dengan demikian kurang dapat menilai isi pengetahuan siswa yang sebenarnya.
2. Kemungkinan jawaban yang heterogen sifatnya, menyulitkan pentest/guru dalam memberi nilai. Dengan demikian kurang dapat dinilai objektif.
3. Karakteristik pembuatan essay-test yang berbeda-beda pada setiap guru dapat menimbulkan salah pengertian bagi murid-murid. Juga tuntutan banyaknya jawaban bagi tiap guru tidak sama.

c. Observation and anecdotal records



LANGKAH-LANGKAH EVALUASI
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar mencakup:
a. Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi
b. Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi
c. Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan evaluasi
d. Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik
e. Menentukan tolok ukur, norma, kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi
f. Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri

2. Menghimpun data
Wujud nyata adalah melaksanakan pengukuran, misal dengan menyelenggarakan tes hasil belajar .
3. Melakukan verifikasi data
Verifikasi data atau penelitian data merupakan proses penyaringan data. Dimaksudkan untuk memisahkan data yang “baik” dari data yang kurang baik.
4. Mengolah dan menganalisis data
Dimaksudkan untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi.
5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang tekandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan.
6. Tindak lanjut hasil evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil kesimpulan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari keguiatan evaluasi tersebut.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Bantul
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas/ Semester : VII/ I
Pertemuan : 3 (tiga)
Alokasi waktu : 1 x 30 menit

1. Standart Kompetensi
 Memahami tentang kitab allah dan suhuf

2. Kompetensi Dasar
 Menjelaskan tentang perbedaan kitab dengan suhuf

3. Indikator
 Siswa dapat menjelaskan pengertian kitab dan suhuf.
 Siswa dapat menyebutkan macam-macam kitab.
 Siswa dapat menjelaskan perbedaan kitab dengan suhuf.
 Siswa dapat menyebutkan nabi-nabi yang menerima suhuf.

4 Tujuan pembelajaran
 Setelah mengikuti pembelajaran dengan materi kitab allah dan suhuf dengan menggunakan metode: Ceramah, tanya jawab, serta menggunakan strategi: I am the. Diharapkan peserta didik dapat menjelaskan, menyebutkan, dan menguraikan tentang kitab Allah dan suhuf.
5 Materi pembelajaran
 Kitab Allah dan Suhuf
6 Metode dan strategi pembelajaran
 Metode : Ceramah, Tanya jawab dan Pemberian tugas
 Strategi : I Am The

7. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal • Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam
• Guru mengkondisikan kelas
• Guru melakukan Pre test pada siswa sebelum masuk materi pelajaran yang akan diajarkan
8 Menit
Kegiatan Inti • Guru memaparkan dan menjelaskan pokok materi pelajaran tentang Kitab Allah dan suhuf.
• Siswa dibagi menjadi dua kelompok besar.
• Guru mengintruksikan kepada masing-masing kelompok untuk suit, yang menang berhak mengambil satu potongan kertas yang berisi kalimat pertanyaan sekaligus dengan jawabannya dengan kertas dilipat (seperti kertas arisan) yang sudah dipersiapkan
• Siswa kelompok pertama yang sudah mengambil potongan kertas diperintahkan untuk membacakan pertanyaannya dengan keras kepada kelompok dua kemudian kelompok dua menjawabnya
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa kelompok dua yang berhasil menjawab pertanyaan untuk mengambil kertas dan berbalik membacakan pertanyaan dengan keras untuk dijawab oleh kelompok satu, begitu seterusnya sampai dengan waktu yang sudah ditentukan 15 Menit
Kegiatan Akhir • Guru menyimpulkan seluruh rangkaian materi yang telah diajarkan
• Guru meminta kepada siswa untuk merangkum seluruh materi pelajaran yang telah diajarkan serta mengerjakan evaluasi yang terdapat dalam modul sesuai dengan materi yang telah diajarkan
• Guru melakukan posttest pada siswa
• Guru mengakhiri pelajaran dengan membaca hamdalah bersama-sama dan mengucapkan salam 7 Menit


8. Media dan Alat peraga pembelajaran
 Spidol
 Penghapus papan tulis
 Buku : (Modul panduan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VIII Semester I)
 Kertas HVS

9. Sumber pembelajaran
 Tim Penyusun Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. 2002. Islam Agamaku Pendidikan untuk SLTP Kelas 1. Yogyakarta: Cempaka Putih
 Sukarmin, dkk. Metode Belajar Efektif Pendidikan Agama Islam untuk SMP/ MTs kelas VIII. Jawa Tengah: CV. Media Karya Putra
 http://my.opera.com/winda3nita/blog/islam-dan-al-quran-itu-penyempurna

10. Penilaian / Evaluasi Pembelajaran
 Tes tertulis


Yogyakarta, 23 Maret 2010
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran


Sri Kardiyati, S. Pd. Wijayanti Wulan S
NIP. 19734563638 NIP. 08410211


Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan kitab Allah dan apa yang dimaksud suhuf?
2. Sebutkan kitab-kitab yang wajib kita imani!
3. Jelaskan perbedaan Kitab Allah dengan Suhuf!
4. Sebutkan nabi-nabi yang menerima suhuf dan masing-masing berapa suhuf!
Jawaban
1. Pengertian kitab Allah:
Menurut bahasa kata kitab ada dua pengertian, yaitu:
a. perintah
b. tulisan di atas kertas.
Sedang yang dimaksud kitab Allah adalah wahyu yang telah diturunkan kepada para nabi dan rosul yang berisi pedoman hidup bagi umatnya dan telah dibukukan.
Pengertian Suhuf:
Suhuf ialah lembaran-lembaran berisi firman Allah yang diturunkan kepada para nabi atau rasul. Lembaran pelepah kurma, kulit dan tulang hewan yang terpisah-pisah inilah yang dimaksud dengan suhuf. Atau kumpulan firman Allah SWT yang tidak lengkap atau semacam lembaran.
2. a. Taurat, diturunkan nabi Musa as
b. Injil, diturunkan nabi Isa as
c. Zabur, diturunkan nabi Daud as
d. Al Quran, diturunkan nabi Muhammad
3. Perbedaannya, yaitu:
a. Kitab isinya lebih lengkap daripada suhuf
b. Kitab adalah wahyu yang sudah dibukukan sedangkan suhuf tidak.
c. Kitab diturunkan kepada seorang rasul dan wajib disampaikan pada umatnya, sedang suhuf bisa diberikan kepada seorang nabi bukan rasul dan tidak wajib menyampaikan pada pengikutnya.
4. Nabi-nabi yang menerima suhuf
a. Nabi Idris as. Menerima 30 suhuf
b. Nabi Syits as. Menerima 50 suhuf
c. Nabi Ibrahim as. Menerima 10 suhuf
d.Nabi Musa as. Menerima 10 suhuf


URAIAN MATERI

A. KITAB
1. Pengertian
Menurut bahasa kata kitab ada dua pengertian, yaitu:
a. perintah
b. tulisan di atas kertas.
Sedang yang dimaksud kitab Allah adalah wahyu yang telah diturunkan kepada para nabi dan rosul yang berisi pedoman hidup bagi umatnya dan telah dibukukan.
2. Macam-macam kitab:
a. Taurat, diturunkan nabi Musa as
b. Injil, diturunkan nabi Isa as
c. Zabur, diturunkan nabi Daud as
d.Al Quran, diturunkan nabi Muhammad

B. SUHUF
1. Pengertian
Suhuf ialah lembaran-lembaran berisi firman Allah yang diturunkan kepada para nabi atau rasul. Lembaran pelepah kurma, kulit dan tulang hewan yang terpisah-pisah inilah yang dimaksud dengan suhuf.
Suhuf berisi tentang hukum dasar yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan agama bagi nabi atau rasul yang telah diberi shuhuf tersebut.
Firman Allah SWT, Surat Al A’la 18-19:
•         
Artinya: Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab Allah yang terdahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa”.(QS. Al A’la : 18-19)
2. Nabi-nabi yang menerima suhuf
a. Nabi Idris as. Menerima 30 suhuf
b. Nabi Syits as. Menerima 50 suhuf
c. Nabi Ibrahim as. Menerima 10 suhuf
d.Nabi Musa as. Menerima 10 suhuf

C. PERBEDAAN ANTARA KITAB DAN SUHUF

•         
Artinya: Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab Allah yang terdahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa”.(QS. Al A’la : 18-19)
Dalam ayat tersebut memang tidak dibedakan antara kitab dan suhuf. Tetapi nabi Muhammad SAW membedakannya dengan menyuruh sahabatnya untuk menuliskan ayat pada pelepah kurma, kulit, atau tulang hewan. Perbedaannya, yaitu:
1. Kitab isinya lebih lengkap daripada suhuf
2. Kitab adalah wahyu yang sudah dibukukan sedangkan suhuf tidak.
3. Kitab diturunkan kepada seorang rasul dan wajib disampaikan pada umatnya, sedang suhuf bisa diberikan kepada seorang nabi bukan rasul dan tidak wajib menyampaikan pada pengikutnya.

Rabu, 27 Oktober 2010

asuransi

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan tak lepas dari berbagai pesoalan, baik itu dari segi sosial, budaya, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan keluarga. Realitanya kebanyakan masalah bersumber dari keluarga, menyangkut permasalahan ekonomi. Kemudian timbul suatu keinginan untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Salah satunya adalah dengan jalan mengasuransikan. Anggapan mereka bahwa dengan asuransi bisa membantu kesulitan yang dihadapi. Namun, bilamana ditinjau dari segi Islam belum tentu semua orang paham tentang hukumnya.
Banyak yang mengatakan bahwa Asuransi Syariah atau ada yang menyebutnya Asuransi Islam atau bisa juga asuransi taawun, tidak jauh berbeda dengan Asuransi biasa yang selama ini sudah dikenal tanpa embel-embel syariah, yang intinya ialah suatu pertanggungan dari perusahaan Asuransi berupa sejumlah uang dalam jumlah tertentu kepada peserta bila mengalami musibah ( resiko ), melalui pembayaran konstribusi ( premi ) dari peserta, Perbedaannya barangkali hanya masalah halal dan haram,serta istilah istilah arab yang melekat di dalamnya.
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian, peraturan-peraturan yang mengatur, prinsip-prinsip, hukum serta prinsip-prinsip asuransi Islam.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi Islam
1. Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie (asuransi), yang dalam hukum Belanda disebut dan verzekering yang artinya pertanggungan.
2. Dalam bahasa Inggris, asuransi disebut insurance bermakna asuransi juga jaminan,
3. Dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”.
4. Dalam Bahasa Arab, padanan kata Asuransi diantaranya: (ta’min), takaful, yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama.

B. Peraturan Perundangan-undangan tentang Asuransi Islam
1. Keputusan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 426/ KMK. 06/ 2003 Tentang Perizinan Usaha dan kelembagaan Perusahaan dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi Islam sebagaimana ketentuan dalam pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah....”ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dnegna prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424 / KMK. 06 / 2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi Islam tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
3. Keputusan direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499 / LK/ 2000 Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

C. Prinsip-Prinsip Asuransi Islam
1. Saling tanggung jawab
Hadist Nabi Muhammad SAW:
“Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (diriwayatkan oleh Al Bukhori dan Muslim).
2. Saling bekerja sama untuk bantu - membantu
QS. Al Maidah (5) : 2
.......           ....
 “.........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran........”
3. Saling melindungi dari segala kesusahan
QS. Quraisy (106): 4
       
“(Allah) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”

D. Hukum Asuransi Islam
Di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim ada 4 (empat) pendapat tentang hukum asuransi, yakni:
1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
2. Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini
3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial
4. Menganggap syubuhat.
Pendapat pertama didukung antara lain Sayid Sabiq pengarang Fiqhus Sunnah, Abdullah Al-Qalqih, mufti Yordania, muhammad Yusuf al-Qardhawi pengarang Al-Halal wal Haram fii Islam. dan Muhammad Bakhit al-Muth’i, Mufti Mesir. Alasan-alasan mereka yang mengharamkan asuransi itu antara lain sebagai berikut:
1. Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi
2. Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti
3. Mengandung unsur riba/rente.
4. Mengandung unsur eksploatasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau akan dikurangi uang premi yang telah dibayarkan.
5. Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktek riba (kredit berbunga).
6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai (cash and carne).
7. Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis. yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Mahakuasa.
Pendukung pendapat kedua antara lain ialah: Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah Universitas Syria, Muhammad Yusuf Musa. Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir, dan Abdurrahman Isa, pengarang Al-Muamalat al-Haditsah wa Ahkamuha.
Alasan mereka yang membolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa antara lain sebagai berikut:
1. Tidak ada nas Al Qur’an dan Hadis yang melarang asuransi.
2. Ada kesepakatan/kerelaan kedua belari pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Mengandung kepentingan umum (maslahah amah). Sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-provek yang produktif dan untuk pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerjasama bagi basil antara pemegang polis (pemilik modal dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing- (PLS).
6. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah ta ‘awuniyah)
7. Diqiyaskan (analogi) dengan sistem pensiun, seperti Taspen.
Pendukung pendapat ketiga antara lain ialah: Muhammad Abu Zahrw , Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir. Alasan mereka membolehkan asuransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat kedua. sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat pertama.
Adapun alasan mereka yang menganggap asuransi syubhat, karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau pun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum asuransi di kategorikan syubuhat maka konsekuensinya adalah kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila dalam keadaan darurat atau hajat/kebutuhan.
E. Sifat Asuransi Islam
1. Asuransi yang bersifat Bisnis
Pada asuransi ini terdapat dua pihak yang terpisah kepentingannya, yaitu pihak penanggung (perusahaan) dan pihak tertanggung (peserta). Pihak penanggung menghendaki uang premi yang dibayarkan, sedangkan pihak yang tertanggung menghendaki pembayaran ganti rugi atas resiko yang dipertanggungjawabkan. Semua pembayaran premi yang telah diberikan menjadi milik penanggung sebagai imbalan dari bisnis pertanggunggan dalam waktu yang telah disepakati.

2. Asuransi yang bersifat Kolektif
Asuransi ini disebut juga asuransi timbal balik atau kooperatif, yaitu pihak pemberi pertanggunggan (perusahaan) dan penerima jasa (peserta) seluruhnya berada dalam satu pihak sebagai pengelola asuransi.
3. Asuransi sosial
Jenis asuransi ini biasa dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan memberikan manfaat untuk masa depan rakyatnya, yaitu dengan cara memoting sebagian gaji para pegawai dan pekerja.
Contoh : asuransi dana pensiun, asuransi kesehatan, keselamatan kerja dan lain-lain.

Dari ketiga macam asuransi di atas jika dilihat manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, para ulama umumnya memberi nilai sebagai berikut. Untuk asuransi yang bersifat bisnis, terdapat keberatan para ulama dikarenakan hal-hal berikut ini:
a. Asuransi bisnis tergolong perjanjian kompensasi finansial spekulatif yang mengandung unsur “untung-untungan” (masyir) dan “ketidakjelasan” (gharar). Hal ini dikarenakan pihak yang akan menerima manfaat asuransi pada saat perjanjian tidak mengetahui jumlah uang yang akan ia berikan dan akan ia terima.
b. Asuransi bisnis mengandung unsur riba, yaitu riba fadhal dan riba nasi’ah, jika perusahaan asuransi membayar kepada pihak penerima jasa (ahli waris) lebih dari jumlah uang yang telah disetorkan, berarti tergolong riba fadhal, namun jika perusahaan asuransi membayar kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja dan dibayar setelah beberapa waktu, berarti tergolong riba nasi’ah.
c. Termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan dan mengandung unsur pemaksaan terhadap hal yang tidak disyariatkan. Hal ini bertentangan dengan QS. An-Nisa : 29.

Sedangkan asuransi yang bersifat kolektif, sesuai keputusan majelis dengan ketetapan secara mufakat dari Ha’ah Kibrar al-Ulama di Saudi Arabia Nomor 51 Tanggal 4/4/1397 Hijrah tentang diperbolehkannya menyelenggarakan asuransi kooperatif berdasarkan dalil-dalal berikut.
a. Adanya perjanjian amal kebaikan berdasarkan gotong royong dalam menghadapi bahaya, serta bekerja sama memikul tanggung jawab ketika terjadi musibah.
Caranya adalah dengan memberikan andil atau saham darti beberapa orang dengan jumlah uang tertentu yang secara khusus diberikan kepada orang yang tertimpa musibah.
b. Tidak mengandung unsur riba, baik riba fadhal ataupun nasi’ah (perjanjian orang-orang yang memberikan saham uang itu bukanlah riba)
c. Kelompok pemberi saham (orang yang mewakili mereka) berusaha melakukan pengembangan modal dari semua saham yang terkumpul untuk merealisasikan tujuan dari kerja sama tersebut
Mengenai asuransi sosial yang dikoordinir oleh negara, meskipun ada unsur pemaksaan dengan jalan pemotongan gaji bagi para peserta yang biasanya sebagai pegawai pemerintah, namun mengingat manfaat dari asuransi sosial tersebut di masa mendatang maka sebagian ulama membolehkan. Hal ini dikarenakan pemotongan gaji di muka untuk diambil pada saat para pegawai pensiun atau meninggal dunia dapat disamakan dengan tabungan untuk hari tua.













BAB III
PENUTUP

Dari uraian-uraian diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada prinsipnya semua asuransi termasuk asuransi jiwa itu boleh menurut pandangan islam.
2. Untuk memasyarakatkan asuransi di kalangan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, hendaknya pihak perusahaan asuransi mengadakan prmbaharuan manajemen dan sistem asuransi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan jiwa syariat islam.
3. Dana yang terkumpul berupa premi-premi yang dibayar oleh para pemegang polis kepada perusahaan asuransi, hendaknya dimanfaatkan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
4. Sebagian keuntungan dari usaha asuransi hendanknya digunakan untuk kepentingan sosial dan agama.
5. Majelis ulama Indonesia Pusat sebagai pembawa aspirasi umat Islam Indonesia hendaknya segera mengeluarkan fatwa hukum asuransi agar uamt Islam Indonesia mempunyai pandangan dan pegangan yang lebih mantap terhadap asuransi.













DAFTAR PUSTAKA
http://s3s3p.wordpress.com/2010/01/12/asuransi-menurut-ulama-dan-cendikiawan-muslim/
http://www.dakwatuna.com/2010/perasuransian-dan-hukum-asuransi-dalam-islam-bagian-ke-1/
Mumthahhari, Murtadha. 1995. Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba’. Cet. 1. Bandung: Pustaka Hidayah.
Wirdyaningsih, et al. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Ed. 1. Cet. 7.Jakarta: Kencana Prenada Media.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah